Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa secangkir kopi di satu kafe harganya bisa dua kali lipat dari kafe lain? Mengapa pemerintah tiba-tiba menaikkan suku bunga? Atau yang lebih personal, bagaimana cara terbaik mengelola uang saku Anda yang terbatas padahal keinginan Anda tak ada habisnya?
Selamat! Tanpa sadar, Anda sudah berpikir seperti seorang ekonom. Mari kita mulai petualangan ini untuk membongkar "sistem operasi" tak terlihat yang mengatur dunia kita: Ilmu Ekonomi.
Pernah merasa keinginan Anda tak terbatas tapi dompet Anda punya batas? Itulah inti dari semua masalah ekonomi. Dan di sinilah tiga konsep kunci bermain.
Bayangkan Anda punya satu malam libur. Anda bisa nonton film terbaru, nongkrong dengan teman, atau menyelesaikan tugas penting. Anda tidak bisa melakukan ketiganya sekaligus. Waktu Anda langka.
Inilah Kelangkaan (Scarcity): Konflik abadi antara keinginan manusia yang tak terbatas dengan sumber daya (waktu, uang, energi) yang terbatas. Karena kelangkaan, kita dipaksa untuk membuat pilihan (Choice). Ekonomi adalah studi tentang bagaimana kita membuat pilihan terbaik dalam kondisi ini.
Setiap pilihan memiliki "biaya" tersembunyi. Apa itu?
Katakanlah Anda memilih untuk membeli smartphone terbaru seharga 10 juta rupiah. Biaya sebenarnya bukan hanya 10 juta itu. Biaya Peluang (Opportunity Cost) adalah nilai dari hal terbaik yang Anda korbankan. Uang 10 juta itu mungkin bisa dipakai untuk liburan ke Bali, atau untuk investasi awal sebuah bisnis kecil. Jadi, biaya peluang membeli smartphone itu adalah "liburan ke Bali yang tidak pernah terjadi".
Selalu tanyakan: “Apa yang harus aku lepaskan untuk mendapatkan ini?” Itulah cara berpikir seorang ekonom.
Mengapa Anda belajar keras untuk ujian? Agar dapat nilai bagus. Mengapa toko memberikan diskon? Agar Anda membeli lebih banyak. Ini semua adalah insentif—sesuatu yang memotivasi seseorang untuk bertindak. Insentif bisa berupa hadiah (seperti bonus) atau hukuman (seperti denda). Jika Anda bisa memahami insentif, Anda bisa memprediksi perilaku orang.
Dari negara adidaya hingga pulau terpencil, setiap masyarakat di planet ini harus menjawab tiga pertanyaan besar untuk bertahan hidup. Jawaban mereka menentukan sistem ekonomi yang mereka anut.
Dengan sumber daya yang terbatas, negara harus memilih. Apakah kita akan membangun lebih banyak jalan tol atau lebih banyak sekolah? Apakah kita fokus pada agrikultur atau teknologi? Ini adalah pertarungan prioritas.
Setelah tahu apa yang dibuat, bagaimana caranya? Apakah kita akan menggunakan ribuan tenaga kerja manusia (padat karya), atau kita akan berinvestasi pada robot dan mesin canggih (padat modal)? Setiap pilihan punya konsekuensi bagi lapangan kerja dan efisiensi.
Siapa yang akan menikmati semua barang dan jasa ini? Apakah kue ekonomi akan dibagi rata untuk semua orang, atau mereka yang bekerja lebih keras akan mendapatkan potongan yang lebih besar? Inilah pertanyaan tentang distribusi kekayaan, dan seringkali menjadi yang paling kontroversial.
Pernah melihat harga tiket pesawat meroket saat musim liburan? Atau harga buah mangga anjlok saat musim panen? Fenomena ini diatur oleh dua kekuatan paling fundamental di alam semesta ekonomi.
Bayangkan ada obral besar di toko favorit Anda. Secara alami, Anda akan cenderung membeli lebih banyak, bukan? Itulah Hukum Permintaan. Ceteris paribus (asumsi faktor lain tidak berubah), ketika harga suatu barang turun, jumlah yang diminta akan naik. Inilah mengapa kurva permintaan selalu miring ke bawah.
Sekarang, posisikan diri Anda sebagai penjual. Jika harga produk yang Anda jual tiba-tiba naik drastis, apakah Anda akan lebih semangat untuk memproduksi dan menjualnya? Tentu saja! Itulah Hukum Penawaran. Ketika harga suatu barang naik, jumlah yang ditawarkan oleh produsen juga akan naik.
Jadi, pembeli ingin harga semurah mungkin, dan penjual ingin harga setinggi mungkin. Lalu, bagaimana harga terbentuk? Mereka bertemu di sebuah titik "ajaib" yang disebut Keseimbangan Pasar (Market Equilibrium).
Ini adalah titik di mana jumlah barang yang ingin dibeli orang sama persis dengan jumlah barang yang ingin dijual produsen. Tidak ada kelebihan (surplus) atau kekurangan (shortage). Di sinilah "harga yang adil" menurut pasar terbentuk secara alami.
Jika tadi kita membahas keputusan individu dan pasar (Ekonomi Mikro), sekarang saatnya kita "terbang" dan melihat gambaran besarnya. Selamat datang di Ekonomi Makro!
Bagaimana kita tahu sebuah negara itu "kaya" atau "miskin"? Kita melihat rapornya, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP). PDB adalah total nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam setahun. Angka ini memberi kita gambaran tentang seberapa besar dan seberapa sehat ekonomi negara tersebut.
Setiap menteri keuangan di dunia tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan dua masalah ini:
Mengelola kedua hal ini adalah tantangan abadi bagi setiap pemerintahan. Seringkali, menekan yang satu justru akan memancing yang lain untuk muncul.